Makanan Olahan Picu Depresi

di tulis oleh Irfandi William Gates | 04.08 | | 0 komentar »


Makanan Olahan Picu Depresi

Sebuah studi terbaru yang dilakukan para peneliti asal Inggris juga membuktikan bahwa diet (pengaturan makan) dengan mengonsumsi banyak sayuran, buah, dan ikan segar dapat mencegah terjadinya depresi. (SuaraMedia News)
Sebuah studi terbaru yang dilakukan para peneliti asal Inggris juga membuktikan bahwa diet (pengaturan makan) dengan mengonsumsi banyak sayuran, buah, dan ikan segar dapat mencegah terjadinya depresi. (SuaraMedia News)
Orang yang lebih banyak mengonsumsi makanan olahan berisiko lebih tinggi mengalami depresi dibandingkan mereka yang menyenangi makanan utuh seperti sayur, buah, dan ikan segar.

Mudah, cepat, dan serbapraktis. Itulah salah satu ciri kehidupan manusia zaman sekarang. Hal tersebut juga membawa konsekuensi perubahan pola dan jenis makanan yang dikonsumsi, yang ironisnya malah memburuk. Tengoklah mereka yang hidup di kota-kota besar, saat ini sudah sedemikian akrab dengan restoran cepat saji ataupun makanan olahan yang dikategorikan junk food (makanan sampah). Kalaupun tidak makan di restoran, aneka pangan olahan siap santap dan siap masak juga banyak tersedia di supermarket.

Bahan pangan praktis tersebut dikemas sedemikian rupawan, baik dalam wujud kaleng, botol, ataupun bungkusan plastik dan kertas. Bagi mereka yang sibuk, makanan cepat saji kerap menjadi bagian dari pola konsumsi harian, baik perorangan maupun keluarga. Perubahan pola konsumsi dari makanan "utuh" ke makanan olahan cepat saji ini mengundang keprihatinan di banyak negara, terlebih kekhawatiran meningkatnya angka penyakit yang disebabkan gaya hidup seperti obesitas dan diabetes. "Pola pengaturan makan orang zaman sekarang cenderung banyak yang tidak sehat," ujar kepala eksekutif Yayasan Kesehatan Mental di Inggris, Dr Andrew McCulloch.

Sebuah studi terbaru yang dilakukan para peneliti asal Inggris juga membuktikan bahwa diet (pengaturan makan) dengan mengonsumsi banyak sayuran, buah, dan ikan segar dapat mencegah terjadinya depresi. Sebaliknya, diet tinggi makanan olahan dan makanan berlemak justru dapat meningkatkan risiko depresi.

Kesimpulan tersebut didasarkan studi yang dilakukan para peneliti dari University College London terhadap hampir 3500 partisipan berusia rata-rata 55 tahun, yang seluruhnya merupakan pegawai di Inggris. Peneliti membagi partisipan menjadi dua kelompok berdasarkan jenis makanan yang dikonsumsi. Kelompok pertama adalah mereka yang mengonsumsi buah, sayuran, dan ikan. Adapun kelompok kedua menyantap pangan olahan atau berlemak semisal makanan yang digoreng, daging olahan, biji-bijian olahan, serta produk susu tinggi lemak dan aneka dessert manis. Peneliti kemudian mengidentifikasi tanda-tanda depresi pada kedua kelompok tadi lima tahun kemudian.

Setelah memperhitungkan faktor jenis kelamin, umur, pendidikan, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, dan penyakit kronik, peneliti mendapati perbedaan signifikan terkait risiko depresi di masa depan di antara kedua kelompok tadi.

Ternyata, partisipan yang mengonsumsi makanan "utuh" dan segar berisiko 26 persen lebih rendah mengalami depresi pada masa depan. Sebaliknya, orang dengan pola makan tinggi makanan olahan berisiko 58 persen lebih tinggi terhadap depresi.
Pangan olahan dalam hal ini mencakup baik pangan olahan yang siap dikonsumsi manusia maupun pangan olahan setengah jadi, yang digunakan selanjutnya sebagai bahan baku pangan. Sementara itu, pangan yang tidak diolah atau pangan "utuh" adalah makanan atau minuman yang secara langsung dapat dikonsumsi manusia tanpa diolah terlebih dulu.

Salah satu anggota tim peneliti, Dr Archana Singh-Manoux, mengemukakan, penelitian ini membuka wawasan baru tentang keterkaitan pola makan dan kesehatan mental. Menurut dia, faktor gaya hidup yang tidak terkendali pada orang yang sering mengonsumsi makanan olahan kemungkinan turut berperan memicu kejadian depresi. Peneliti juga menduga hal itu terkait dengan kondisi peradangan dalam tubuh sepertipenyakit jantung.

Alasan mengapa sejumlah makanan dapat mencegah atau sebaliknya meningkatkan risiko depresi memang masih belum jelas. Namun, dalam laporan studi yang diterbitkan "British Journal of Psychiatri" edisi Senin (2/11), peneliti memaparkan sejumlah kemungkinan penyebab dari temuan ini. Pertama, tingginya kadar antioksidan dalam buah dan sayur dapat memiliki efek melindungi. Ini terlihat dari penelitian sebelumnya yang menemukan keterkaitan antara kadar antioksidan tinggi dan penurunan risiko depresi. Kedua, sering makan ikan segar dapat membantu menangkal depresi, karena hewan laut ini mengandung asam lemak tak jenuh majemuk (polyunsaturated fatty acids/PUFA) seperti asam lemak Omega-3 yang dapat menstimulasi otak.

Ketiga adalah orang yang mengonsumsi makanan "utuh" yang bervariasi berarti gizi yang masuk dalam tubuhnya juga beragam. Kombinasi nutrisi ini diyakini memiliki daya tangkal terhadap depresi yang lebih baik ketimbang efek dari satu jenis nutrisi saja (nutrisi tunggal). "Penelitian kami menyimpulkan bahwasanya pola makan sehat dapat mendatangkan manfaat sehat dan sejahtera, dan bahwasanya pilihan pengaturan makan yang baik potensial mencegah gangguan depresi."

"Kesehatan fisik dan mental sangat berkaitan erat. Kami mengharapkan studi lanjutan yang dapat memperjelas keterkaitan antara pengaturan makan dan kesehatan mental," komentar Margaret Edwards dari organisasi kesehatan mental SANE di Inggris.

0 komentar